BAB I
PENYATUAN “UJI”
DAN PEMBENTUKAN
“AMENOSHITA-SHIROSHIMESU-SUMERAMIKOTO”
JODAI ATAU PERIODE
KUNO,
YAITU MULAI TAHUN 250
SM SAMPAI 603 M
Sistem hukum Jepang dalam periode kuno dicirikan
oleh hubungannya yang sangat erat dengan agama. Periode pertama yaitu dari abad
kedua atau ketiga sebelum masehi sampai kira-kira abad kedua masehi bertepatan
dengan tumbuh suburnya kebudayaan Yayoi. Pada bagian pertengahan periode kuno,
yaitu antara abad ketiga dan keempat, penguasa keagamaan metupakan dasar
kekuatan politik yang digunakan para kaisar dalam menyatukan berbagai kelompok
keluargaan yang otonomi. Pada bagian akhir yaitu pada abad kelima dan keenam,
secara berlahan-lahan agama kehilangan kekuasaannya dalam politik dan
masyarakat, kemudian digantikan oleh penguasa sekular (duniawi) yang menjadi
dasar kekuasaan politik.
- Penyatuan oleh Ratu Himiko dan Kaisar
Sujin Mulai Tahun 250 sM sampai Abad Kedua Masehi
Sampai
abad kedua atau ketiga sebelum masehi orang zaman Neolitikum di Jepang
menggunakan alat-alat dari batu dan tembikar jenis Jomon.Kemudian datang jaman
perunggu dari Asia pada jaman ini ditemukan juga tembikar jenis Yayoi di
Kyushu. Yayoi berkembang dibawah pengaruh Korea dan lambat laun tersebar ke
Timur sehingga pada akhirya tembikar menggantikan barang pecah-belah Jomon
sebagai perabot rumah tangga sehari-hari. Orang-orang yang tinggal didaerah
yang tinggi dan kering turun kedaerah rendah dan basah untuk mengolah tanah
endapan untuk menyesuaikan diri, mereka mempunyai kelompok–kelompok pertalian
darah yang disebut Uji. Pemerintahan sebuah Uji atau suatu Federasi atau gabungan kecil beberapa uji disebut Kuni atau negeri bagian.
Masuknya
kebudayaan perunggu menimbulkan konformasi yang nyata antara lingkungan
pengaruh budaya-agama yang berbeda. Berpusat di Kyushu bagian utara dicirikan
pemakaian pedang atau Halberd (yaitu senjata yang digunakan pada jaman perang),
di daerah Kinai (Nara-Kyoto) menggunakan Dotako (benda perunggu berbentuk
bel/lonceng).
Menurut
Wei-chih Wojen-ch’uan ada yang disebut negara Wa yang ibu kotanya di Yamatai.
Untuk mencapai negara itu dari Kyusu orang harus menempuh lima ribu lijalur pelayaran jalan satu-satunya melalui lalu lintas laut
pedalaman (Seto Naikai). Dengan kesimpulan daerah tersebut kini disebut wilayah
Nara.
Dalam
bahasa Jepang kuno kaisar disebut suberagi atau suberogi, artinya “raja yang
menyatukan” (Suburu kimi). Suatu negara yang dipersatukan seperti itu disebut
(Togo kokka), karena Yamatai terdiri dari beberapa kelompok uji (ujizoku) patutlah disebut sebuah
“bangsa yang terdiri dari kelompok-kelompok uji yang dipersatukan” (ujizoku teki togo kokka).
Secara
teotistis masyarakat kuno berada di bawah kekuasaan dewa-dewa. Karena kehendak
dewa-dewa itu mutlak, maka orang yang dipakai untuk meneruskan kehendak dewa
tersebut yaitu untuk menguasai para anggota uji dan budak-budak, hanya pemimpin Uji yang mempunyai hak untuk memuji (matsuru) dan menyampaikan (noru) kehendak dewa. Dewa pengawal pelindung uji disebut ujigami. Di dalam Wei-chih
Wojen-ch’uan bahwa “Himiko benar-benar mengetahui dunia halus dan dapat
mempesonakan orang-orang”. Pemerintahan wanita bukanlah suatu hal yang tidak
biasa pada zaman kuno, kenyataan bahwa “Ameterasu-omikami”, nenek moyang
keluarga kerajaan adalah sesungguhnya seorang dewi. Matsuri (pemujaan)
sebenarnya “melayani dewi-dewi dan mengetahui kehendak mereka.
Terdapat
dua istilah yang dapat menunjukkan “menguasai” pada zaman Kuno, yaitu, Shiru yang dimaksudkan untuk menyatakan
pengawasan yang diselenggarakan oleh anggota uji kepada kekuasaan agama mereka, yang kedua adalah suburu yaitu
suatu cara uji untuk menguasai uji yang lain.
Dalam
pemerintahan Himiko, kekuasaan untuk memerintah dipegang oleh saudara
laki-lakinya. Situasi Himiko ini sebenarnya tidaklah unik, bahkan mencerminkan
kebiasaan umum pada kalangan pemimpin uji, kebiasaan ini merupakan suatu
tradisi bahwa kaisar Jepang tidak langsung melaksanakan tugas kepemerintahan.
- Penyatuan oleh Kaisar Sujin
Hamiko
wafat pada pertengahan abad ketiga, kemudian digantikan oleh seorang wanita
suku Chan bernama Toyo. Yamatai mencapai kedudukan yang unggul di antara negeri
yang lain. Setelah runtuhnya dinasti Han ketiga negara yaitu Wei, Wu, Shu
saling bersengketa untuk menguasai kawasan-kawasan. Akhirnya pengaruh yamatai
berkurang dibawah Toyo. Tak lama kemudian Yamatai diserang dari kekuasaan dari
Utara Kyusu dalam buku sejarah Jepang yaitu Nihonshoki dan Kojikidisusun dalam abad kedelapan,
penguasa ini dikenal sedagai Sujin Kaisar Jepang yang kesepuluh.
Menurut Nihon Shoki dan kojiki kaisar pertama bernama Jinmu;
Ia lah yang mengirim suatu ekpedisi dari kyushu ketimur dan naik tahta pada
tahun 660 SM. Tidaklah diragukan bahwa memang terjadi ekspedisi itu dipimpin
oleh Sujin bukan Jinmun. Sebenarnya Sijun itu adalah
kaisar pertama.
“Toyosuki-iri-hime-no-mikoto”,yang dikatakan sebagai
anak perempuan Sujin sebenarnmya adalah Toyo yang kalah.
“Yamato-totohi-momoso-hime-no-mikoto”, yang dikatakan sebagai bibi kaisar
adalah sangat mungkin Himiko yang telah wafat.. Bagaimanapun juga Sujin menyimpan cermin suci milik keluarga
kerajaan yang merupakan salah satu dari tiga harta pusaka kerajaan.
Orang
beranggapan pendekatan Sujin kekerajaan ditiru oleh tiap kaisar
baru. Anak kaisar yang kesebelas (Kaisar Suinin) yaitu “Yamato-hime-no-mikoto”,
membawa cermin kudus melalui”Omi”dan “Mino” ketepi sungai Isuzu di Ise. dan
disitulah cermin itu disimpan selama-lamanya.
- Pembentukan“Amenoshita-Shiroshimesu-Sumerami-Koto”
Pertengahan Periode Kuno, Abad Ketiga, dan Keempat
“Amenoshita-Shiroshimesu-Sumeramikoto”
Karena
takhta berpindah dari Kyushu bagian utara ke Yamato, maka daerah San’yo antara
kedua titik ini ditaklukan oleh Kibitsuhikono-mikoto atas perintah kaisar Sujin. Dapat dikatakan secara pasti bahwa
Jepang pernah menyerang Korea dalam beberapa peristiwa sekitar tahun 400 M.
Bagaimanapun juga, dari segi perkembangan politik bahwa dalam waktu seratus
tahun sesudah pemerintahan Kaisar Sujin, para penguasa Jepang memperoleh
kekuatan keuangan maupun militer untuk mengirim bala tentara melalui laut.
Mungkin
dari waktu inilah kaisar mula-mula disebut “Orang yang mempunyai restu dewa
untuk mempersatukan dunia” (amenoshita-shiroshimesu-sumeranikoto).
Sesungguhnya, keagungan tahta kerajaan dapat dengan mudah diperkirakan dari proporsi
syair kepahlawanan (epos) pada makam Nintoku di pemakaman Takatsuka suatu
gundukan tanah makam yang terbesar di dunia.
- “Uji”
Sangat
sedikit yang kita ketahui tentang organisasi uji, uji ialah sebuah kelompok yang dipimpin oleh uji-no-kami. Selama ini lambang-lambang yang menunjukan kekuasaan
kepala suku ialah cermin, pedang dan batu permata. Peranan historis agama
sebagai dasar kekuasaan politik yang sekular jelas sekali.
- Hukum Pidana
Istilah
untuk “kejahatan” menurut perbendaharaan waktu itu ialah tsumi, yang dikatakan
mempunyai konotasi “bersembunyi” atau “penyembunyian” (tsutsumi kakusu).
Kejahatan diartikan sebagai tindakan yang menimbulkan rasa tidak senang oleh
dewa-dewi, sehingga diperlukan sembunyi. Hukuman yang dijatuhkan kebanyakan
adalah prosesi yang sifatnya mensucikan diri dari dosa dengan berbagai ritul
yang disertai doa-doa.
- Negara yang Berdasarkan “Uji”
dan “Kabane” Permulaan Abad Kelima sampai Tahun 603 M.
1.
Perubahan-perubahan dalam Bentuk Kekuasaan Kerajaan
Sekitar
abad ke empat, terjadi hubungan antara Jepang dan daratan Cina yaitu Korea,
sehingga ajaran konfusianisme menjadi dikenal di Jepang.
Dalam
hukum pidana pengaruh-pengaruh baru menyebabkan bahwa konsep Cina tentang
kejahatan dan hukuman sekular lambat laun diterima, dan dalam masa ini sering
terjadi bahwa baik Harae (“penyesucian diri”) maupun
penghukuman secara sekular diperlakukan bagi kejahatan yang sama. Dengan
majunya sekularisasi maka istilah matsurisogo tidak lagi diartikan perbuatan
kaisar melayani para dewa, melainkan berubah sehingga menggambarkan fungsi para
pejabat sebagai abdi kaisar dalam memerintah negeri.
Dalam
pemerintahan kerajaan terdapat beraneka ragam jabatan resmi (Tsukasa). Tiga pos yang biasanya di duduki oleh
para pejabat pemerintah pusat ialah Omi,Muraji, dan Tomo-No-Miyatsuko. Kabane (gelar yang diwariskan
secra turun temurun) hanya merupakan klasifikasi para pemegang untuk menduduki
jabatan mereka tidak optimis menerima pengangkatan.
Didalam
era ini, ada dua kelas di bawah uji yaitu Kakabe dan Nuhi. Kakabe ialah kelas para buruh yang diciptakan dan dimiliki oleh para
kepala suku uji,dan berfungsi membuat tanah
kepala suku, dan Nuhi ialah bawahan yaitu organisasi
ranting uji dan mereka dapat diperdagangkan
kepada orang lain.
Sumber
pendapatan istana berasal dari dua macam,yaitu pajak atas hasil pertanian dan
pajak edachi, selain dari pada itu Tachikara yang mirip dengan pajak atas harta benda yang disebut So, pajak ini tidak secara langsung dipungut kepada wilayah-wilayah
yang diakui oleh uji.
Kaisar
mempunyai peranan inti dalam hubungan Jepang dengan negara – negara lain serta
mengabsahkan penggunaan kekuasaan politik di dalam suatu negeri oleh suatu atau
satu dari kekuasaan di dalam negeri oleh kelompok-kelompok yang bersaing.
1.
Wilayah – Wilayah Langsung Di Bawah Kaisar
Tanah
dikelompokkan menurut status, apakah langsung dibawah kaisar ataukah di bawah
perintah kepala suku uji. Kaisar mengangkat gubernur,
yang disebut Kuni-no-miyatsuko, di
daerah-daerah yang langsung diperintah oleh kaisar, sering terjadi bahwa kepala
suku setempat ditunjuk untuk menduduki jabatan ini setelah ia mengakui wewenang
kaisar atas dirinya. Kuni-no-miyatsuko mewarisi beberapa dari ciri keagamaan yang berasal dari kedudukan
kepala suku uji yang terdahulu.
Istilah Kuni dipergunakan bukan saja dipergunakan untuk tanah-tanah uji tapi juga kawasan administratif yang lebih rendah dalam kuasa
kaisar itu sendiri.
Didalam
kuni satuan yang lebih kecil disebut kori, yang diperintah pejabat yang
disebut inagi, satuan lainnya lagi disebut agata, yang mula-mula diartikan sebagai tanah yag dimiliki oleh istana
dan diawasi oleh pejabat- pejabat yang Agata-Nushi.
1.
Beberapa Fungsi “Kabane” dan “Uji”
Pada
mulanya sistem Kabane meruopakan istilah menghormat
secara pribadi oleh para anggota uji terhadap kepala – kepala suku mereka. Kemudian hari istana
menggunakan istilah itu semacam gelar yang menyatakan jabatan-jabatan para
kepala suku itu masing-masing di dalam pemerintahan kekaisaran.
Sementara
itu, wewenang dewa pelindung (ijigami) disetiap-tiap uji menjadi tergantung kepada kaisar. Uji dinilai menurut ukuran apakah uji memenuhi kewajiban (waja) terhadap istana, sementara
kewajiban uji nakatomi dan inbe ialah
melaksanakan upacara keagamaan di istana.
BAB II
PEMBARUAN “TAIKA” DAN
PEMBENTUKAN NEGARA “RITSURYO”
“Josei”, Atau Periode
Purba Tahun 603-967 M
Sistem ritsuryo diperkenalkan kepada Jepang dari Cina selama periode purba (tahunj
603-967 M). ritsu dan ryo ialah kitab undang-undang. Tumbangnya sistem ritsuryodibarengi oleh pemulihan kembali tradisi asli yang berlaku pada
periode kuno.
- Pemerintahan Baru di Bawah Pangeran
Shotoku
Pada
akhir periode purba, para pemimpin shi (uji) Soga memiliki kekuasaan yang amat membengkak sehingga mereka
membunuh kaisar Sushun. Kemudian kaisar wanita Suiko, naik tahta menggantikan Sushun. Pada tahun berikutnya (593), ia menunjuk kemenakan laki-lakinya
yaitu pangeran Umayado (yang kemudian disebut Pangeran Shotoku) sebagai putera
mahkota dan dipercayakan kepadanya pangendalian pemerintahan.
Dalam
bulan kedua belas tahun 603, dinyatakan berlaku suatu sistem kepangkatan
pejabat istana yang terdiri dari dua belas jenjang. Sejak waktu itu syarat
utama yang perlu dipenuhi untuk menduduki jabatan-jabatan resmi diistana ialah kanabe, yang diperoleh secara warisan. Akan tetapi menurut sistem baru
ini, pangkat diberikan dengan mempertimbangankan jasa dan kemampuan penerima,
bukan terutama karena silsilahnya, wajar bila pewaris sistem kanabe sangat menentang sistem baru ini dan masalahnya baru dapat
diselesaikan setelah disahkan nya kitab Undang-Undang Taiho satu abad kemudian,
tepatnya pada tahun 701, yang memperkuat keunggulan sisitem kepangkatan istana.
Pada tahun 604, pangeran shotoku mengumumkan suatu konstitusi yang terdirti
dari tujuh belas pasal yang sebagian disusun untuk memperkuat hal yang sama.
- Pembaruan “Taika”
Setelah
pangeran shotoku wafat, keluarga Soga memegang kekuasaan tanpa batas dan
bertindak seakan-akan merekalah pemegang kekuasaan tertinggi. Dan timbullah
gerakan-gerakan untuk menghancurkan keluarga Soga. Akhirnya pada bulan keenam
tahun 645, Pangeran Naka no Oe, Pangeran Nakatomi no Kamatari, dan lain-lainnya
berhasil mendobrak kekuasaan Soga.
Untuk
menghalangi invasi dari T’ang (Cina) dan Silla (Korea) maka dijalankan
pembaruan Taika yang polanya berasal dari
sistem ritsuryo T’ang. Pembaruan dimulai dengan
menyita semua tanah dan pengikut-pengikut yang secara resmi berada di bawah
kuasa kepala uji. Dalam Pemerintahan oleh Putera Mahkota, pangeran Shotoku
memegang tampuk pemerintahan sebagai putera mahkota (kota-isi) bersama dengan menteri utama, yaitu Soga no Umako.
- “Omi
ryo” dan Tenmu ryo
Kitab
undang-undang yang disusun dibawah pemerintahan Kaisar Tenji disebut Omi ryo. Omi
ryo secara keseluruhan dipandang terlalu konservatif.
Kaisar Tenmu yang kemudian naik tahta bertentangan keinginan Kaisar Tenji,
sangat berhasrat mengusahakan tersediaanya orang-orang yang mampu berpikir dan
bertindak, dan untuk itu disusunnya sebuah kitab undang-undang yang dikenal
dengan Tenmu ryo.
Nara, Negara Kesatuan “Ritsuryo” yang Berpusat pada
Kaisar; Era Nara, Tahun 702-810
- Kaisar
Model
moralitas kerajaan yang dipakai oleh para kaisar Jepang yang memakai sistem
birokrasi pola Cina juga berasal dari Cina. Kitab undang-undang itu meminjam
istilah Cina untuk kaisar (kotei) untuk menunjuk kuasa – daulat
Jepang (tenno) menandakan bahwa konsep Tenno telah berkembang untuk menunjuk pada kuasa daulat dispotik pola
Cina, yang menangani sendiri masalah-masalah kenegaraan. Sebuah ibukota
didirikan di Nara, yang meniru model ibukota kerajaan T’ang yang bernama
Chang-an.
- “Ritsuryo
Kyakushiki”
Dengan
berubahnya keadaan dan kebutuhan sosial, dianggap perlu mengadakan perubahan
lebih lanjut terhadap ritsu dan ryo. Perubahan ritsu dan ryo itu dinamakankyaku sedangkan peraturan-peraturan tambahan mengenai penerapan
undang-undang diklarifikasikan sebagai Shiki. Dipercaya bahwa gabungan antara ritsuryo dan kyakushiki dapat
mengatur semua masalah kenegaraan yang paenting-penting.
- sistem “Daijokan”
sistem
ryo menetapkan suatu pemerintahan pusat yang terdiri dari dua jawatan (daijokan dan jingikan) . daijokan adalah sebutan untuk kantor pusat pemerintahan.
Daijokan mempunyai dua orang pejabat utama , yaitu sadaijin (menteri kiri) dan udaijin (menteri kanan).. menteri daijokan tertinggi ialah daijodaijin jabatan ini jarang terisi.
Meskipun
pemerintahan gaya ritsuryo menghapuskan sistem kabane, dan secara teoritis
membuka jalan bagi kemajuan orang-orang yang mempunyai kemampuan melalui sistem
kepangkatan istana dan ujian negara, pembaruan-pembaruan makin dihambat.
- Sistem Administrasi Daerah
Negeri
dibagi atas tiga macam satuan administratif yaitu, kuni,
kori dan sato. yang masing-masing dipimpin
oleh Kokushi, gunji dan richo. Didalam golongan kokushi ada empat
katagori yaitu : kami, suke, jo, dan sakau.
Gunji
merupakan yang terpenting dari kalangan kokushi, mereka menjalankan kekuasaan
administrasi dan pengadilan pada tingkat gun. Gunji ditunjuk dari antara keluarga-keluarga
gun terkemuka. Gunji menduduki jabatan seumur hidup. Satuan gun terbentuk dari sato atau iri yang masing-masing terdiri dari
50 rumah tangga.
Sistem
administratif standard tidak dapat diterapkan di ibukota, yang sudah memiliki
sendiri suatu sisitem yang unik sejak pembaruan Taika. Kota terbagi menjadi
kota bagian kiri dan kanan oleh sebuah jalan yang terbentang dari utara
keselatan.
- Pembagian Kembali Tanah Dan Perpajakan
1.
undang-undang pembagian kembali tanah dan
pendaftaran rumah tangga.
Sasaran
undang-undang pembagian kembali ialah memperbaiki suasana buruk masayarakat
dengan jalan membolehkan orang-orang biasa memiliki tanah dan dengan demikian
menjamin mereka dapat menikmati suatu tingkat kehidupan yang minimum.b Luas
tanah yang dibagian ialah dua Tan (± 6/10 are) bagi pria dan dua
pertiga jatah pria untuk kaum wanita.
1.
perpajakan
menurut
sistem ryo, ditetapkan tiga pajak asal T’ang. So ialah pajak hasil,
yaitu pajak tanaman yang dipanen dari tanah yang ditetapkan sebagai wajar pajak
(yusiden). Pajak ini berjumlah ± 3% dari panen padi.
Dua
pajak lainnya yaitu cho dan yo, dikenal sebagai pajak kerja bakti, (kayaku).
Cho ialah pajak atas jenis dan atas jasa, yaitu atas produk-produk daerah
kecuali padi, dan biaya serta upaya utnuk menyerahkan pembayaran dalam bentuk
barang termasuk pajak ini.
Pajak
yo asal mulanya ialah pajak atas kerja-diwajibkan 10 hari kerja-tetapi kemudian
kerja ini diganti dengan produk karya. Dikirim keibukota untuk pembiyaan
pemerintahan pusat.
- Sistem Pengadilan dan Hukum Pidana
1.
Sistem Pengadilan
Sidang
pengadilan diadakan selama lima bulan antara masa panen dan masa tanam, dan
orang hanya boleh melakukan pengaduan pada masa ini.
-
1.
hukum pidana
hal
yang paling utama dalam ritsu ialah menghukum para penjahat demi kebaaikan
serta merehabilitasi mereka sedemikian sehingga tidak melakukan kejahatan lagi.
Hukuman juga menakuti masyarakat agar tidak berbuat buruk.
1.
Pemerintahan Oleh Para Penasihat Kaisar Sampai
Pertengahan Era Heian, Tahun 810-967
- Kemunduran Sistem “daijokan”
Sistem
daijokan runtuh selama masa Heian, era ini dimulai tahun 794, ketika kaisar
Kanmu mendirikan ibukota baru di Kyoto an berlangsung sampai tahun 1185, saat
berdirinya bakufu Kamakura.
- Pertumbuhan Pemilikan Tanah Secara
Besar-Besaran
Meskipun
sistem pembagian tanah terus dilakukan tiap enam tahun sekali, Sistem ini gagal
karena persediaan tanah tidaklah baik. Pada akhir pertengahan abad ke 10,
sistem pembagian tanah ini dihentikan.
Sejak
tahun 723 pemerintah mulai memberikan izin sejauh ada fasilitas pengairan baru
kepada mereka yang mengajukan permohonan memperoleh kembali tanah untuk
menguasai tanah-tanah yang mereka inginkan secara pribadi selama tiga generasi,
tidak termasuk masa hidup mereka asal saja menggunakan sistem pengairan yang
sudah ada. Ini mengindikasikan bahwa akan diakuinya tanah-tanah warisan yang
dimiliki masyarakat.
Bab III
PERTUMBUHAN “SHOEN”,
“BAKUFU”,
DAN FEODALISME “SHOEN”
“CHUSEI”
ATAU ZAMAN PERTENGAHAN
967 – 1467
Hak yang tumbuh dari kepemilikan tanah yang kebal
dari campur tangan kaisar kini bergabung dengan hak-hak dalam hukum publik
dalam suatu perkembangan yang menuju terbentuknya suatu lembaga baru yang
disebut shoen. Suatu kelas baru yang dinamakan bushi (kelas prajurit) juga muncul.
Pada akhirnya kelas bushi berhasil menguasai
tanah-tanah yang memulai pembentukan pemerintahan militer atau bakufu , pembentukan bafuku ini menandai dimulainya feodalisme.
1.
SISTEM POLITIK “KUGE” PERTENGAHAN KEDUA ERA HEIAN, TAHUN
967 – 1185
Pada
akhir era heian, para pejabat istana dikenal dengan sebutan “kuge”. Oleh karena
itu istana menjadi pusat pusat kekusaan, era ini disebut sistem politik kuge
- sistem sekkan
sistem
sekka bisa di artikan sebagai sistem perwalian, ini menjadi kebiasaan apabila
kaisai belum dewasa, maka kekuasaannya akan diwakilkan kepada seorang sesho(wali).
- Sistem Insei
Insei
menunjuk kepada jenis pengendalian politik yang menggantikan sistem sekkan. Hal ini berarti kekuasaan beralih kepada kaisar yang sudah turun
tahta. Tujuannya ialah melestarikan hak-hak kaisar, menggunakan wewenang
kaisar, dan meningkatkan wibawa kaisar yang sudah turun tahta.
- Tatanan Politik Kuge-Buke
Selama
kaisar Go-shirakawa tidak lagi berkuasa, pemerintahan politik digantikan oleh
hegemoni gabungan para bangsawan istana (kuge) dan keluarga militer (Buke).
- Pertumbuhan “shoen”
Shoen
yang bebas pajak untuk pertama kalinya muncul pada masa akhir masa Nara. Shoen
milik pribadi memperoleh kekuasaan dan menjadi suatu lambang penjalinan
wewenang perorangan dan kekuasaan sipil.
- Mundulnya “bushi”
Bushi
ialah kelas militer yang muncul ketika memanfaatkan kemunduran pemerintahan
pusat dan kekacauan dalam pemerintahan di daerah.
BAB IV
DARI FEODALISME
TERPECAH (ERA “SENGOKU”)
SAMPAI FEODALISME
KESATUAN (ERA “EDO”
“Kinse”, Atau Awal Masa
Modern 1467 – 1858
Era sengoku dicirikan dengan munculnya tokoh yang
disebut daimyo, yang kuat dan tidak tergantung
dengan siapapun.
Pada era sengoku, anggota kaum militer kamakura
tunduk kepada panglima prajurit, hanya secara tidak langsung, yaitu melalui
kepala cabang rumahnya. Akan tetapi pada era sengoku, kekuatan hubungan
turun-temurunantara pemimpin rumah utama dan rumah cabang telah sangat
dirugikan oleh tumbuhnya hak-hak anak sulung. Oleh karena itulah penguasa
mendesak seluruh pimpinan-pimpinan rumah utama, agar secara langsung
bertanggung jawab atas ditaatinya perintah-perintahnya.
Suatu manifestasi yang unik jasa militer dalam
hubungan antar kaum militer pada masa sengoku ialah munculnya jindai atau bandai (para pengawal
kashin/pembantu-pembantu utama yang belum dewasa). Tugas utamanya ialah
memenuhi dinas militer dalam lingkungan tanggung jawab mereka dan tidak sekedar
melayani kepentingan-kepentingan kashin.
Menjelang akhir era sengoku, shoen hampir
seluruhnya hancur dan sebagai gantinya, muncullah desa-desa.
Organisasi propinsi-propinsi daimyo beraneka ragam
menurut daerahnya tetapi umumnya, walaupun dalam masa damai, mencerminkan suatu
sistem kesiapsiagaan militer untuk perang. Wewenang hukum, seperti wewenang
politik dipencarkan selama era sengoku, dan tiap daerah-daerah kekuasaan yang
sudah otonom mempunyai hukum sendiri.
BAB V
KONSTITUSIONALISME
MONARKI
Kindai, atau Masa
Modern 1858-1945
Masa ini dimana hukum eropa yang berdasarkan konsep
hak-hak perorangan mulai dikenal dan diterapkan di jepang. Hukum pemerintahan
meiji yang baru sangat dipengaruhi oleh teori hukum eropa, khusunya doktin
liberal Prancis tentang hak-hak rakyat. Meiji juga terobsesi untuk memulihkan
hukum-hukum kuno jepang.
Tahun 1881-1931 hukum gaya kuno lenyap digantikan
oleh hukum modern, khusunya hukum pidana berdasarkan asumsi bahwa kejahatan dan
hukuman harus dibatasi oleh ruang lingkup penetapan hukum secara pasti.
Undang-Undang Dasar Meiji disahkan pada tahuh 1889
dan Parlemen Kekaisaran bersidang untuk pertama kalinya dalam tahun 1890. pada
tahun 1899 dibuatlah perjanjian internasional dengan negara-negara Barat, yang
menempatkan Jepang sejajar dengan negara-negara Barat. Era ini dicirikan dengan
tumbuhnya kapilatalisme dan tersebar luasnya faham demokrasi.
Pada tahun 1931 terjadilah apa yang dikenal inseden
Manchuria, dimana jepang dan cina terlibat pertempuran. Dalam kurun waktu
1931-1945 jepang mengalami masa darurat yang berkepanjangan
Kekalahan jepang dalam perang dunia II, mengakhiri
militerisme dan fasisme Jepang, disusul dengan pendemokrasian oleh pendudukan
sekutu, baik di bidanh politik, ekonomi maupun sosial. Sebagai simbol
demokrasi, muncullah Undang-Undang Dasar Negara Jepang tahun 1947. sejak itu,
mulailah berlaku institusi politik modern Amerika.
Kabinet-kabinet partai politik, terutama Partai
Liberal Demokrat yang terbentuk tahun 1955, merupakan tulang punggung pelaksaan
mekanisme demokrasi sistem parlementer. Pertarungan partai-partai yang ada di
jepang merupakan bukti nyata terjadinya demokrasi di jepang.
Pertumbuhan ekonomi jepang yang sangat tinggi sejak
tahun 1950-an, adalah sebagai akibat sampingan dari pembendungan komunis oleh
Amerika Serikat yang mencipkatan kondisi dimana jepang erada pada posisi
keberuntungan sebagai penerima “boom ekonomi” akibat Perang korea (1950-1953).
Kemajuan, ekspansi ekonomi dan industri jepang ke
luar negeri sejak tahun 1960-an, mendatangkan masalah tersendiri bagi amerrika
yang diawarnai dengan friksi ekonomi antara AS-Jepang sejak akhir dasawarsa
1970 sampai dewasa ini. Friksi ekonomi tersebit tidak dapat dipisahkan dengan
masalah pertanahan Jepang-AS yang dituangkan dalam perjanjian keamanan dan
perdamaian Jepang-AS. Demikianlah, dunia masih tetap memperhatikan bagaimana
usaha jepang dan amerika serikat dalam menyelesaikan masalah ekonomi tersebut